Apakah Dokter Hewan memiliki Kompetensi dalam Keamanan Pangan?
Denny W. Lukman
Bagian Kesmavet FKH IPB
Sering saya dengar pertanyaan atau pernyataan "lho kok dokter hewan kerja di bidang pangan?" atau "memang dokter hewan belajar keamanan pangan?". Bahkan saat saya ikut pelatihan tentang mikrobiologi pangan, ada peserta yang bertanya "apa waktu kuliah dapat mikrobiologi?". Seorang kolega muda bercerita pengalamannya saat melamar di industri pengolahan susu, manajer HRD yang mewawancarainya berkata "mengapa Saudara sebagai dokter hewan melamar sebagai QA/QC di perusahaan ini? kami tidak memiliki peternakan sapi perah sendiri, kami mendapat pasokan susu segar dari koperasi“. Kolega muda itu menjelaskan dengan semangat apa yang dia peroleh selama kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH). Alhamdulillah, manajer tersebut memahami dan berkomentar "saya pikir dokter hewan itu kerjanya hanya mengobati dan menyuntik hewan".
Pengalaman lain saat FKH IPB membuka program studi Higiene Makanan Program Diploma 3. Banyak pertanyaan dan penolakan terkait kompetensi FKH dalam memberikan higiene makanan. Bahkan sampai ada pernyataan "mentang-mentang seorang dosen FKH belajar pascasarjana bidang higiene pangan di fakultas non-FKH, kemudian setelah kembali ke Indonesia yang bersangkutan membuka program studi higiene makanan di FKH IPB". Pernyataan terakhir dibantah dengan penjelasan bahwa pendidikan doktor (strata 3) dalam bidang higiene pangan ditempuh di FKH di Eropa dan pendidikan doktor tersebut hanya diijinkan pada dokter hewan.
Higiene pangan (food hygiene) memang umum dikenal di Eropa dan merupakan salah satu bidang ilmu yang dipelajari di FKH di Eropa. Fokus yang dipelajari adalah higiene pangan asal hewan (daging, susu, telur, ikan dan madu, serta produk olahannya), termasuk cemaran lingkungan akibat aktivitas peternakan yang dapat mempengaruhi keamanan pangan.
Dalam pendidikannya, seorang dokter hewan telah mempelajari berbagai ilmu seperti mikrobiologi (bakteri, virus, riketsia, kapang dan kamir, terutama yang bersifat patogen), parasitologi, penyakit infeksius yang disebabkan mikroorganisme dan parasit, ektoparasit, higiene pangan, sanitasi, zoonosis, epidemiologi, kesehatan masyarakat, ilmu-ilmu klinik, farmakologi, fisiologi, biokimia, kimia klinik, praktek pemeriksaan antemortem dan postmortem di rumah potong hewan dan unggas, dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut tentu saja memberikan dasar penting dalam menunjang kompetensi keamanan pangan. Pola pikir medis yang sistematis dalam diagnosa yang dimulai dari anamnese (pengumpulan informasi), pemeriksaan dan diagnosa dengan mempertimbangkan diagnosa banding dan atau hasil uji laboratorium, prognosa (kesimpulan) sampai kepada terapi (treatment) yang termasuk pemberian saran. Selain itu, pola pikir khas dokter hewan yang didasarkan pada kesehatan populasi, tindakan preventif dan pertimbangan ekonomis memberikan bekal khusus pada dokter hewan dalam tindakan pencegahan, pengendalian, pengawasan, pemantauan, surveilan, dan penyidikan.
Pengetahuan tentang mikrobiologi, parasitologi, farmakologi yang mencakup toksikologi, higiene pangan, zoonosis dan epidemiologi sangat penting dalam keamanan pangan.
Masalah keamanan pangan yang terkait kesehatan manusia, terutama yang dapat menyebabkan penyakit, atau yang dikenal dengan penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne illness atau foodborne disease) banyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus) dan parasit. Akhir-akhir ini salah satu penyebab emerging foodborne disease adalah prion, misalnya yang menyebabkan mad cow atau bovine spongiform encephalopathy (BSE). Tantangan ke depan dalam keamanan pangan nampaknya masih didominasi oleh patogen-patogen yang bersumber pada hewan atau yang dikenal bersifat zoonotik. Ada kecenderungan patogen tersebut dibawa pula oleh makanan, sehingga muncul istilah foodborne zoonosis. Contoh foodborne zoonosis yang masih menjadi masalah dan tantangan antara lain antraks, salmonelosis, bruselosis, prion disease.
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau World Organization for Animal Health (OIE) melihat peran penting dokter hewan dalam keamanan pangan dan kesehatan masyarakat yang ditunjang pengetahuannya yang bertumpu pada kesehatan dan pencegahan. Hal ini juga didasarkan pada tujuan akhir (ultimate goal) dari kedokteran hewan adalah kesehatan manusia. Saya bahkan menyatakan bahwa salah satu kakinya berpijak pada kesehatan hewan dan satunya lagi pada kesehatan manusia.
Di akhir tahun 1950-an, Badan Kesehatan Hewan Dunia atau World Health Organization membuat istilah veterinary public health atau kesehatan masyarakat veteriner atau kesmavet. Bidang tersebut merupakan bidang kedokteran hewan yang merupakan jembatan antara pertanian dan kesehatan manusia. Bidang ini merupakan bidang terapan kedokteran hewan yang juga memerlukan kerjasama baik dengan bidang lain seperti kesehatan, teknologi pangan, ekologi, lingkungan.
Di masa depan tantangan bagi dokter hewan dalam bidang keamanan pangan semakin besar seiring dengan perubahan global, terutama terkait perkembangan penduduk, perubahan sistem pertanian, perambahan hutan, perubahan pola makan, perdagangan global dan perubahan iklim, yang berdampak munculnya patogen-patogen baru yang bahkan dapat bersumber pada hewan dan dapat ditularkan melalui produk hewan. Tuntutan terhadap penyediaan pangan yang aman dan layak semakin meningkat dan telah ditetapkan secara hukum oleh banyak negara. Selain itu, tuntutan penerapan sistem manajemen keamanan pangan, kesejahteraan hewan, penerapan analisis risiko dalam kebijakan impor dan ekspor perlu menjadi perhatian serius. Hal tersebut perlu mendapat perhatian dan kepedulian pendidikan kedokteran hewan dan pendidikan berkelanjutan bagi dokter hewan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar