Selasa, 23 Juli 2013

Kerusakan Pangan


KERUSAKAN PANGAN

Kerusakan pangan adalah setiap perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi, atau sensorik/organoleptik yang ditolak oleh konsumen pada bahan pangan yang masih segar maupun yang telah diolah.  Jika terjadi perubahan pada bahan makanan sehingga nilainya menurun, maka dinyatakan makanan tersebut telah rusak atau membusuk.  Perubahan yang nyata terlihat dari perubahan sensorik (penampakan, konsistensi, bau dan rasa), sehingga konsumen menolak (Sinell 1992).  Bahan makanan yang busuk atau rusak dinyatakan sebagai tidak layak dikonsumsi atau unsuitable for human consumption.  Kelayakan bahan makanan untuk dimakan tergantung dari faktor-faktor: (1) penilaian individu, (2) budaya, adat istidadat, (3) agama, dan (4) peraturan.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan kelayakan dikonsumsi secara tepat sulit dilaksanakn karena melibatkan faktor-faktor non-teknis, sosial ekonomi, dan budaya.  Idealnya makanan tersebut harus (1) bebas polusi dari setiap tahap produksi dan penanganan makanan, (2) bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, (3) bebas mikroorganisme dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno 1993). 
Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh (1) mekanis dan fisik, (2) kimia, dan (3) mikrobiologis.  Kerusakan bahan pangan tersebut menyebabkan bahan pangan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi (biasanya karena mekanis/fisik, kimia dan mikrobiologi) atau bahkan menjadi tidak aman dikonsumsi, artinya dapat mengganggu kesehatan konsumen (karena mikrobiologis).


Kerusakan Mekanis dan Fisik
Kerusakan mekanis terjadi akibat benturan-benturan mekanis yang dapat terjadi selama pemanenan, pengolahan, pengangkutan serta pemanasan, antara bahan pangan dan alat panen atau alat pengangkut, atau antara bahan pangan dan wadah pengolah.  Kerusakan yang timbul antara lain memar (akibat benturan, tertindih atau tertekan), gepeng, retak, pecah, sobek atau terpotong, dan lain-lain.  Bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan mekanis adalah buah-buahan (terutama yang berkulit lunak), sayuran terutama sayuran buah (tomat, timun), telur dan umbi-umbian.
Bahan pangan yang dikeringkan pada suhu yang terlalu tinggi dan dengan cara pengeringan yang terlalu cepat akan mengalami case hardening, yaitu bagian luar bahan mengeras sedangkan bagian dalamnya tetap lunak.   Gejala lain yang terjadi adalah gosong, warna makanan gelap, dan terjadi karamelisasi.
Kerusakan mekanis pada daging berupa memar (bruising) atau freezer burn.  Memar ditandai dengan warna merah kehitaman (gelap) pada daging atau karkas, karena adanya perdarahan pada bagian tersebut sebagai akibat pecahnya pembuluh darah perifer.  Memar disebabkan oleh benturan (fisik) pada bagian tersebut sebelum hewan disembelih, misalnya saat transportasi, penanganan sebelum pemotongan, atau saat hewan difiksasi dan dirubuhkan saat pemotongan.  Freezer burn ditandai dengan warna gelap, kering dan mengeras pada bagian permukaan daging.  Hal ini terjadi pada daging yang dibekukan tanpa dikemas/dilindungi, khususnya permukaan daging yang kontak dengan alat yang sangat dingin (misalnya plat besi).


Kerusakan Kimiawi
Kerusakan kimiawi dapat disebabkan oleh reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, pemecahan oleh enzim-enzim yang secara alami terdapat dalam bahan pangan dan perubahan pH.  Kerusakan kimiawi biasanya ditandai dengan timbulnya bau yang menyimpang (misalnya tengik, busuk), perubahan warna dan perubahan konsisten.
Adanya oksigen menyebabkan minyak menjadi tengik.  Timbulnya noda hitam pada makanan kaleng biasanya disebabkan oleh adanya FeS, karena anamel pelapis kaleng bagian dalam tidak baik sehingga bereaksi dengan H2S yang diproduksi oleh makanan tersebut.  Beberapa jenis pigmen dapat mengalami perubahan warna, misalnya klorofil dan antioksianin yang disebabkan oleh perubahan pH.
Kerusakan kimiawi pada daging disebabkan oleh enzim-enzim yang secara alami terdapat dalam daging.  Kerusakan ini disebut pula dengan autolisis dan disebut pula souring, yaitu perubahan yang menimbulkan bau/rasa asam, yang disebabkan asam volatil, seperti asam format, asetat, butirat, dan propionat.  Pembusukan ini sulit dibedakan dengan pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme.  Proses autolisis pada daging ini mendorong pertumbuhan mikroorganisme.


Kerusakan Mikrobiologi
Kerusakan mikrobiologi disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk, baik oleh bakteri, kapang maupun oleh kamir.  Jenis pangan yang dapat dirusak oleh mikroorganisme tergantung pada komposisi bahan baku dan keadaannya setelah diolah.  Pada umumnya golongan bakteri mudah merusak bahan pangan yang banyak mengandung protein dan berkadar air tinggi (terutama memiliki aktivitas air di atas 0.90).  Kapang umumnya merusak bahan pangan yang banyak mengandung pektin, pati, dan selulosa.  Sedangkan kamir menyerang bahan pangan yang banyak mengandung gula.  Kerusakan mikrobiologi pada bahan pangan antara lain ditandai dengan timbulnya kapang, bau yang menyimpang (busuk), lendir, dan terjadinya perubahan warna.
Bakteri Clostridium putrefaciens dan Clostridium sporogenes dikenal sebagai penebab kerusakan daging dan sayuran, terutama produk dalam kaleng, karena bakteri bersifat proteolitik ananerobik.  Proteus vulgaris sering merusak telur dan daging.  Micrococcus menyebabkan terbentuknya lendir pada susu, Pseudomonas menyebabkan ketengikan susu pasteurisasi.  Lactobacillus sering menyebabkan kerusakan pada minuman beralkohol.  Micrococcus biasanya lebih tahan terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, garam, pengeringan, sehingga sering menyebakan kerusakan makanan olahan, seperti susu yang telah dipasteurisasi, daging, dan sayuran yang telah diasin. 
Pertumbuhan kapang pada makanan biasanya ditandai seperti kapas yang dapat terlihat oleh mata.  Kapang dapat tumbuh pada makanan seperti keju, selai, dan buah-buahan yang busuk.  Kapang yang termasuk ordo Mucorales hidup dari sisa bahan pertanian (saprofit) dan biasanya merupakan sumber kerusakan pada bahan-bahan yang telah dikeringkan, misalnya jaeh, biji-bijian, kacang-kacangan, kulit, dan kayu.  Jenis kapang terpenting antara lain Rhizopus nigrificans yang dapat tumbuh pada roti dan menimbulkan warna hitam yang tidak disukai.
Aspergillus flavus merusak makanan berkadar gula cukup tinggi seperti jam, jeli, sirup dan manisan, serta dapat mengubah warna makanan, misalnya dari kuning menjadi coklat kehitaman.  Selain itu, Aspergillus flavus ini juga memproduksi aflatoksin, yaitu suatu racun/toksin yang berbahaya bagi manusia dan hewan, misalnya sering tumbuh pada kacang tanah, kopra, jagung dan beras.  Aspergillus glaucus biasanya tumbuh pada buah-buahan yang dikeringkan yang berkadar gula tinggi seperti pisang sale dan kurma.
Kamir Rhodotorulla bersifat fermentatif yang sering tumbuh pada daging dan pickles (acar/asinan) yang dapat menyebabkan terjadikan kerusakan produk dan perubahan warna.


Bahan Bacaan

Lukman DW.  2000.  Pembusukan Bahan Makanan oleh Mikroorganisme.  Bahan Kuliah Pascasarjana.  Program Studi Kesmavet Program Pascasarjan IPB.  Bogor  [tidak diterbitkan]

Sinell HJ.  1992.  Einführung in die Lebensmittelhygiene.  3. Überarbeitete Auflage.  Verlag Paul Parley, Berlin