Sabtu, 13 Februari 2010

Zoonosis ANTRAKS

ANTRAKS

Apakah Antraks itu?
Antraks (anthrax) adalah penyakit infeksius dan menular pada hewan yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang membentuk spora. Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan penderita ke manusia, sehingga digolongkan sebagai penyakit zoonotik atau zoonosis.


Spora pada bakteri berfungsi sebagai alat perlindungan bakteri tersebut dari pengaruh lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Spora bakteri antraks dapat ditemukan pada tanah, bulu, wol, kulit, debu, tepung tulang. Spora tersebut dapat ber-tahan selama 60 tahun di dalam tanah kering. Di Indonesia pertama kali ditemukan di Teluk Betung pada tahun 1884.

Antraks digolongkan sebagai zoonosis yang strategis, karena:
1. berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan ketentraman bathin masyarakat;

2. berpengaruh terhadap sosio-politik dan keamanan negara;
3. berdampak negatif terhadap perekonomian dan perdagangan nasional/internasional.



Hewan Apa yang Dapat Terserang?

Antraks dapat menyerang hewan berdarah panas, seperti pemamah biak atau ruminansia (kambing, domba, sapi, kerbau), rusa, kuda, babi, babi hutan, burung onta dan satwa liar.


Bagaimana Manusia Dapat Tertular Antraks?

Manusia dapat tertular antraks melalui:

1. kontak antara luka pada kulit dan hewan atau produk hewan yang mengandung spora bakteri antraks (agricultural anthrax).

2. saluran pernafasan akibat terhirupnya spora bakteri antraks ke dalam saluran pernafasan saat menangani produk hewan seperti kulit, bulu dan wol yang mengandung spora (industrial anthrax).

3. saluran penceranaan akibat memakan pangan asal hewan (daging dan jeroan) yang mengandung spora bakteri antraks.



Bagaimana Gejala Penyakit pada Hewan?


Gejala yang bersifat perakut (sangat cepat) terjadi sangat mendadak dan segera diikuti kematian.

Gejala berupa sesak nafas, gemetar kemudian hewan rebah. Kadang terdapat gejala kejang. Pada sapi, kambing dan domba mungkin terjadi kematian yang mendadak tanpa menunjukkan gejala penyakit terlebih dahulu.

Gejala yang bersifat akut (cepat) pada sapi, kambing, domba dan kuda antara lain demam (suhu tubuh dapat mencapai 41,5 oC), gelisah, sesak nafas, kejang dan diikuti dengan kematian. Kadang sesaat sebelum kematian, keluar darah berwarna kehitaman yang tidak membeku dari lubang-lubang kumlah (lubang hidung, mulut, telinga, anus dan alat kelamin).

Pada kuda dapat terjadi nyeri perut (kolik), diare berdarah, bengkak daerah leher, dada, perut bagian bawah dan alat kelamin bagian luar.



Bagaimana Gejala Penyakit pada Manusia?


Gejala klinis pada manusia terdapat 3 (tiga) bentuk, yaitu:
(1) bentuk kulit (kutan),
(2) bentuk pernafasan, dan
(3) bentuk pencernaan (gastrointestinal).


1. Bentuk Kulit

bersifat lokal, timbul bungkul merah pucat (karbungkel) yang berkembang jadi kehitaman dengan cairan bening berwarna merah. Bungkul dapat pecah dan jadi koreng. Bungkul berikutnya muncul di sekitarnya. Jaringan di sekitar bungkul tegang, bengkak dengan warna merah tua pada kulit sekitarnya.


Jika tidak diobati, penyakit akan berlanjut lebih parah dan dapat menyebabkan kematian (akibat septikemia).


2. Bentuk Pernafasan
sesak nafas di daerah dada, batuk.

demam (tidak terlalu tinggi).
dapat menyebabkan kematian jika penderita kekurangan oksigen akibat sesak nafas yang hebat (dyspnoe disertai sianosis).


3. Bentuk Pencernaan

nyeri di bagian perut
demam.
jika tidak diobati, dapat menyebabkan kematian (akibat septikemia).



Bagaimana Cara Pengendalian Antraks?


Penyembelihan hewan dilaksanakan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) resmi di bawah penga-wasan Pemerintah.


Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum penyembelihan atau pemeriksaan ante-mortem dan pemeriksaan kesehatan daging/karkas, jeroan dan kepala setelah penyembelihan atau pemeriksaan postmortem oleh dokter hewan atau paramedis kesehatan hewan di bawah pengawasan dokter hewan pada proses penyembelihan hewan.


Hewan yang demam tinggi dan sakit jangan disembelih. Hanya hewan yang sehat (berdasarkan pemeriksaan antemortem) yang boleh disembelih.


Hewan penderita antraks harus diisolasi, tidak kontak dengan hewan sehat lainnya, ditangani dan diawasi oleh dokter hewan atau paramedis kesehatan hewan atau petugas yang berwenang. Peralatan dan kandang yang kontak dengan hewan sakit harus didesinfeksi.
 Hewan penderita antraks dilarang disembelih.

Hewan yang mati karena antraks harus segera dimusnahkan dengan cara mem-bakar atau dikubur dalam-dalam. Seluruh peralatan dan kandang dimusnahkan (dibakar) atau didesinfeksi.

Orang yang kontak dengan hewan sakit dan hewan yang mati akibat antraks harus benar-benar mempe-rhatikan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan.



Apakah Peran Masyarakat?

Peran dan kepedulian masyarakat dalam pengendalikan dan penanggulangan antraks sangat penting. Hal yang perlu dilaksanakan oleh masyarakat antara lain:

Peternak mengawasi kondisi kesehatan hewannya. Di daerah endemik, ternak perlu divaksinasi secara rutin.


Masyarakat melaporkan kepada Petugas dari Dinas Peternakan atau Dinas yang memiliki fungsi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) jika mengetahui ada hewan penderita antraks dan pemotongan hewan di luar RPH, terutama jika diketahui adanya penyembelihan hewan sakit atau demam tinggi.

Pembentukan kadar masyarakat untuk membina pengawasan penyembelihan hewan

Pembusukan Daging

PEMBUSUKAN DAGING

Denny W. Lukman

Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor



Pembusukan daging dapat disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim dalam daging (autolisis), kimiawi (oksidasi) dan mikroorganisme. Mekanisme pembusukan ini sangat kompleks.


Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging dan yang akhirnya menentukan jenis/tipe pembusukan adalah: (1) jenis dan jumlah mikroorganisme awal (pencemar) serta penyebarannya: daging yang banyak tercemar oleh psikrotrofik akan cepat busuk pada suhu rendah; (2) sifat fisik daging: daging giling lebih mudah busuk (permukaan lebih luas), lemak melindungi pencemaran mikro-organisme (tetapi dapat dioksidasi); (3) sifat kimiawi daging: pH, aktivitas air; (4) ketersediaan oksigen; serta (5) suhu.


Bakteri tumbuh/berkembang pada daging dengan memanfaatkan komponen-komponen (dengan berat molekul rendah) yang terlarut dalam daging. Konsentrasi komponen tersebut dalam daging dan penggunaannya oleh jenis mikroba tertentu yang akan menentukan waktu terjadinya (onset) dan jenis pembusukan.


Jumlah mikroorganisme pada daging sapi saat bau muncul sebesar adalah 1,2 X 106 s/d 1,0 X 108 cfu/cm2 dan lendir akan muncul saat jumlah mikroorganisme sebesar 3,0 X 106 s/d 3,0 X 108 cfu/cm2. Pada daging unggas, bau akan muncul saat jumlah mikroorganismenya sebesar 2,5 X 106 s/d 1,0 X 108 cfu/cm2 dan muncul lendir saat jumlah mikroorganisme sebesar 1,0 x 107 s/d 6,0 X 107 cfu/cm2.



Jenis Pembusukan Daging


Pembusukan Aerob


Pembusukan aerob yang disebabkan oleh bakteri pada daging akan menimbulkan:


(1) Surface slime

Jenis pembusukan ini disebabkan oleh Pseudomonas, Acinetobacter, Moraxella, Alcaligenes, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus, Micrococcus, beberapa spesies Lactobacillus.

Pada suhu dingin (chilling) dengan kelembaban tinggi, penyebabnya adalah grup Pseudomonas-Alcaligenes; dengan kelembaban sedang, penyebabnya Micrococcus dan kamir; dengan kelembaban kecil, penyebabnya kapang.

Pada suhu di atas chilling sampai suhu kamar, pembusukan disebabkan oleh Micrococcus dan mesofilik lain.


(2) Perubahan warna daging

Warna daging merah cerah akan berubah menjadi hijau, coklat atau keabuan akibat senyawa oksidasi (seperti peroksida) atau adanya H2S yang dihasilkan bakteri. Lactobacillus dan Leuconostoc sering menyebabkan warna kehijauan pada sosis.


(3) Perubahan pada Lemak

Oksidasi asam lemak tidak jenuh dapat terjadi oleh udara yang dikatalisis oleh sinar. Beberapa mikroba tertentu yang bersifat lipolitik (misalnya Pseudomonas dan Achromobacter) dapat menyebabkan lipolisis dan mempercepat oksidasi lemak. Bau yang timbul disebabkan oleh aldehid dan asam.


(4) Fosforesen

Kerusakan ini disebabkan oleh bakteri fosforesen atau luminous, seperti Photobacterium spp. yang tumbuh pada permukaan daging.


(5) Perubahan warna akibat pigmen mikroba

red spot disebabkan oleh Serratia marcescens;

warna biru disebabkan oleh Pseudomonas syncyanea;

warna kuning disebabkan oleh Micrococcus dan Flavobacterium;

bintik (spot) biru-kehijauan sampai hitam-kecoklatan disebabkan oleh Chromobacterium lividum;


(6) Bau dan perubahan citarasa

Bau yang menyimpang (off-odours) dan perubahan citarasa (off-flavours) timbul lebih dahulu sebelum ada tanda kebusukan.


Pembusukan aerob yang disebabkan oleh kamir pada daging akan menimbulkan lendir, lipolisis, bau dan perubahan citarasa, perubahan warna (akibat pigmen dalam kamir.


Pembusukan aerob oleh kapang pada daging akan menimbulkan:

(1) Stickiness pada permukaan daging

(2) Whiskers

(3) Black spot: disebabkan oleh Cladosporium herbarum.

(4) White spot: disebabkan oleh Sporotrichum carnis, Geotrichum spp.

(5) Green patches: umumnya disebabkan oleh spora berwarna hijau dari spesies Penicillium (Penicikkium expansum, Penicillium asperulum, Penicilium oxalicum)

(6) Dekomposisi lemak

(7) Bau dan perubahan cita rasa.



Pembusukan Anaerob


Pembusukan ini disebabkan oleh mikroba anaerob fakultatif dan anaerob.


Souring

pembusukan ini berkaitan dengan bau dan mungkin rasa asam yang ditimbulkan oleh asam format, asam asetat, asam butirat, asam propionat, dan asam organik lain (asam laktat dan asam suksinat).

Souring ini disebabkan oleh (a) aktivitas enzim dalam daging, (b) aktivitas bakteri anaerob yang menghasilkan asam lemak dan asam laktat, dan (c) proteolisis oleh bakteri anaerob/anaerob fakultatif (=disebut juga stinking sour fermentation).

Bakteri penyebab: spesies Clostridium, koliform, bakteri asam laktat.


Putrefection

Putrefection adalah dekomposisi protein dalam kondisi anaerob yang menghasilkan senyawa-senyawa berbau, seperti H2S, merkaptan, indol, skatol, amonia dan amin.

Bakteri penyebab: Clostridium, Pseudomonas-Alcaligenes, Proteus. Nama spesies putrefaciens, putrificum, putida.


Bone taint

putrefection yang terjadi di sekitar tulang.



PEMBUSUKAN BEBERAPA JENIS DAGING


Daging Segar

Pembusukan daging segar yang disimpan pada suhu dingin (refrigerator) disebabkan oleh Pseudomonas, Acinetobacter, Moraxella, bakteri asam laktat (Lactobacillus, Leuconostoc, Streptococcus, Brevibacterium, Pediococcus).


Pembusukan yang disebabkan oleh bakteri asam laktat: (a) pembentukan lendir pada permukaan, terutama jika terdapat sukrosa, (b) warna kehijauan pada permukaan, dan (c) souring karena adanya asam yang dihasilkan.


Pembusukan daging dalam kemasan hampa udara (vakum) yang disimpan dingin didominasi oleh Lactobacillus, Shewanella putrefaciens, Enterobacteriaceae psikrotrofik.

Pembusukan daging segar yang dikemas dengan modified atsmosphere (MAP) dengan kadar CO2 di atas 50% disebabkan oleh Lactobacillus, sedangkan jika konsentrasi CO2 lebih rendah, pembusukan disebabkan oleh Brochothrix thermosphacta.



Daging Unggas

Penyebab pembusukan daging unggas yang disimpan pada lemari es sebagai berikut:

Karkas unggas: Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas putida, Acinetobacter, Moraxella;

Ayam dengan kemasan oxygen-impermeable: Bakteri mikroaerofilik, bakteri asam laktat;

Ayam dengan kemasan hampa udara (vakum): Enterobacter.




BAHAN BACAAN

Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. Fourth Edition. McGraw-Hill, Singapore.


Garbutt, J. 1997. Essentials of Food Microbioloby. Arnold, London.


Gill, C.O. 1986. The Control of Microbial Spoilage in Fresh Meats, pp. 49-88. In Pearson, A.M. and


T.R. Dutson (eds.), Advances in Meat Research – Meat and Poutlry Microbiology. Macmillan Publisher, Basingstoke, England.


Grau, F.H. 1986. Microbial Ecology of Meat and Poultry, pp. 1-47. In Pearson, A.M. and T.R. Dutson (eds.), Advances in Meat Research – Meat and Poutlry Microbiology. Macmillan Publisher, Basingstoke, England.

Mikrobiologi Daging

MIKROBIOLOGI DAGING

Denny W. Lukman

Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor



PENDAHULUAN


Daging digolongkan bahan makanan mudah rusak (perishable food). Di bagian dalam daging yang berasal dari hewan yang sehat yang dipotong secara higienis tidak ditemukan mikroorganisme. Mikroorganisme pada daging yang berasal dari hewan sehat dan dipotong secara higienis ditemukan pada permukaan daging dan limfonodus. Mikroorganisme dapat ditemukan di bagian dalam daging, jika daging berasal dari hewan sakit (terinfeksi).



Sumber kontaminasi daging:

1. Hewan sakit

2. RPH/RPU: kulit, alat, pekerja, udara, isi saluran pencernaan

3. Penanganan setelah pemotongan



Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging tergantung dari metode penanganan daging.

Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging menggambarkan sanitasi dan higiene penanganan daging, serta menentukan kualitas dan keamanan daging.



Kepentingan mikroorganisme pada daging:

1. Beberapa mikroorganisme bersifat patogen yang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen

2. Beberapa mikroorganisme sebagai penyebab pembusukan atau kerusakan daging (mikroorganisme pembusuk atau perusak).

3. Beberapa mikroorganisme dijadikan sebagai mikroorganisme indikator



FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PADA DAGING


1. Faktor intrinsik (faktor-faktor dalam daging):

nutrisi, pH, aktivitas air, ketersediaan oksigen, zat antimikrobial, struktur

2. Faktor ekstrinsik (faktor-faktor di luar daging):

suhu, kelembaban, konsentrasi gas dan pengolahan.




MIKROORGANISME PADA DAGING SAPI



MIKROFLORA SALURAN PENCERNAAN

Sejumlah E. coli, Clostridium perfringens, dan streptokoki sudah ditemukan pada hari pertama kelahiran di dalam isi rumen, abomasum, sekum dan bagian saluran pencernaan lain.

Hari ke-2 sampai 12, dijumpai laktobasili dalam jumlah banyak di dalam rumen dan usus halus.

Salmonella dapat ditemukan dalam rumen, ileum, sekum, rektum, limfoglandula saluran pencernaan (yang berkaitan dengan saluran pencernaan bagian belakang).



MIKROFLORA PADA KULIT SAPI

Mikroorganisme yang ditemukan:

1. Mikroflora normal pada kulit: mikrokoki, stafilokoki, kamir

2. Mikroorganisme dari tanah, padang rumput (pastur) dan feses

Jenis dan jumlah dipengaruhi oleh faktor lingkungan (musim, kelembaban, suhu)



TRANSPORTASI

Selama transportasi dari peternakan ke RPH, hewan dapat terkontaminasi salmonella yang berasal dari feses.



RPH DAN PROSES PEMOTONGAN

Kontaminasi selama proses pemotongan terutama terjadi pada saat proses pengulitan, pemotongan kaki bagian bawah dan pengeluaran jeroan.


Pada kulit dapat ditemukan jumlah mikroorganisme (per gram atau per cm2):

Mesofilik aerobik 106 - 108

Psikrotrofik 104 – 106

Enterobacteriaceae 103 – 106

Escherichia coli 101 – 105

Spora Bacillus 105 – 106

Kapang-kamir >103

Salmonella bervariasi (400 per cm2; 4000000 per gram)



Rumen dapat mengandung mikroorganisme (per gram):

Mesofilik aerobik 106 - 108

Psikrotrofik 102 – 105

Enterobacteriaceae dan E. coli 103 – 107



Feses dapat mengandung mikroorganisme (per gram):

Mesofilik aerobik 108 – 109

Psikrotrofik 102 – 105

Enterobacteriaceae dan E. coli 106 – 109

Clostridium perfringens dan Campylobacter 106 – 109



Daging dapat tercemar mikroorganisme pada saat pemingsanan secara mekanik (captive bolt pistol yang tercemar) dan penyembelihan oleh pisau tercemar.

Pada saat pengulitan dan pemotongan kaki bagian bawah: pencemaran cukup tinggi.


Setelah penyayatan kulit dan pemotongan kaki bagian bawah, pada mata pisau dapat ditemukan mikroorganisme:

Mesofilik aerobik 107

Spora basilus dan psikrotrofik 105

Enterobacteriaceae 103

Salmonella dapat ditemukan pada tangan pekerja, pisau, apron pekerja yang menguliti hewan

Selama eviserasi (pengeluaran jeroan) dapat terjadi peningkatan pencemaran Salmonella dan Enterobacteriaceae pada karkas.

Campylobacter dapat ditemukan pada empedu.


Pisau dan tangan yang tercemar oleh mikroorganisme selama proses eviserasi dan pemeriksaan postmortem akan mencemari bagian karkas lain.


Proses pencucian karkas setelah eviserasi dapat mempengaruhi keberadaan mikroorganisme pada permukaan karkas. Kadang-kadang jumlah mikroorganisme akan berkurang pada satu bagian/daerah, namun di daerah lain akan tetap atau bahkan bertambah.

Hal ini tergantung lama pencucian, suhu air, volume air dan tekanan air, serta sanitaiser yang ditambahkan ke dalam air (klorin atau asam organik).



MIKROFLORA PADA KARKAS


Mikroorganisme pada karkas setelah proses pemotongan (higienis):

ICMSF (1980):

Total plate count (TPC) 103 – 105 bakteri per cm2

Psikrotrofik <>2 cm2

Koliform 101 – 102 cm2

Tingkat kontaminasi mikroorganisme pada permukaan bagian dalam karkas lebih rendah dibandingkan bagian luar karkas.

Grau (1986):

Mesofilik aerobik 103 – 106 per cm2

Psikrotrofik 0.1 – 10% dari jumlah mesofilik

Enterobacteriaceae dan E. coli 10 per cm2

Clostridium perfringens dan Campylobacter jejuni dalam jumlah kecil.



PENDINGINAN DAGING

Pengaruh pendinginan terhadap mikroorganisme pada permukaan karkas/daging tergantung dari kondisi pendinginan.

Pendinginan daging yang cepat, dengan kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban yang rendah akan mengurangi jumlah mikroorganisme pada karkas/daging.

Pendinginan akan mengubah jenis dan jumlah mikroorganisme pada daging (terutama perbandingan psikrotrofik dan mesofilik).


Kondisi pendinginan harus dijaga: sebaiknya kandungan mikroorganisme pada udara tidak lebih dari 102 mikroba/m2/menit (akan memberikan kontribusi kontaminasi pada karkas 14 mikroba/cm2 permukaan karkas/hari).


Penyimpanan daging pada suhu 15 – 20 oC atau lebih memiliki resiko perkembangan mesofilik dan patogen.


Organ (jeroan) memiliki jumlah mikroorganisme yang relatif lebih besar dari daging. Oleh sebab itu harus segera didinginkan

Suhu bagian dalam daging < +4 oC

Suhu bagian dalam jeroan < +3 oC



CUTTING DAN PELEPASAN TULANG


Pencemaran selama proses cutting, boning dan pengemasan dapat terjadi melalui peralatan (pisau, alas potong, mesin pemotong), tangan pekerja, suhu ruang dan lamanya daging di dalam ruang tersebut.

Suhu ruang cutting dan boning sebaiknya < 10 oC.



MIKROORGANISME PADA DAGING UNGGAS



MIKROFLORA PADA UNGGAS HIDUP

Mikroorganisme masuk pertama kali ke dalam tubuh anak ayam melalui penularan vertikal dari induk (telur), masuknya mikroorganisme dari permukaan kulit telur ke dalam, dan saat minum/makan.


MIKROFLORA PADA SALURAN PENCERNAAN

Pada hari ke-1 dalam saluran pencernaan anak ayam sudah dapat dijumpai sejumlah streptokoki fekal, Enterobacteriaceae dan Clostridium. Selanjutnya dapat ditemukan laktobasili.

Mikroflora dalam saluran pencernaan akan terus berubah.



Usus kecil ayam pada hari pertama dapat mengandung mikroorganisme:

Koliform dan streptokoki fekal 108 – 109 per gram.

Selanjutnya (setelah 2 hari) mikroorganisme tersebut menurun, tetapi laktobasili meningkat. Selama seminggu jumlah laktobasili mencapai 107 per gram, sementara jumlah streptokoki fekal dan koliform berkisar <104 per gram.

Mikroflora pada usus halus didominasi oleh mikroorganisme anaerob fakultatif.

Mikroorganisme anaerob dalam usus berjumlah 10 – 40% jumlah mikroorganisme.


Pada sekum, pertama kali koliform dan streptokoki fekal dapat ditemukan 1010 per gram; selanjutnya berkembang laktobasili (mencapai 109 – 1010 per gram).

Clostridium perfringens dapat ditemukan dalam sekum <>5 per gram.

Campylobacter jejuni sering ditemukan pada saluran pencernaan bawah dan dapat mencapi jumlah 107 per gram feses.

Salmonella pada saluran pencernaan ayam. Pada umur ke-1 dan ke-2, anak ayam mudah terinfeksi salmonella.

Staphylococcus aureus pada ayam ditemukan di tenggorakan dan kloaka (mulai umur hari ke-1/DOC), serta pada permukaan tubuh dan lubang hidung.

Jumlah S. aureus dari bilasan seluruh tubuh ayam dapat mencapai 105

Jumlah S. aureus pada tubuh dan lubang hidung akan meningkat sejalan dengan pertambahan umur ayam.

S. aureus tidak ditemukan atau ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dalam saluran pencernaan ayam.

Mesofilik yang banyak ditemukan pada kulit ayam adalah Micrococci.

Psikrotrofik yang dominan ditemukan pada bulu adalah Moraxella dan Acinetobacter. Jumlahnya sekitar 0.1% dari jumlah mesofilik.

Enterobacteriaceae dan E. coli ditemukan pada kulit sebesar 104 - 106 per gram.



TRANSPORTASI

Selama transportasi ayam terkontaminasi dari feses.



RPU DAN PROSES PEMOTONGAN

Kontaminasi silang dapat terjadi selama proses pemotongan di RPU.

Kontaminasi bakterial yang utama selama proses pemotongan terjadi pada tahap pencabutan bulu (defeathering) dan pengeluaran jeroan (eviscerating).

Pada proses pencelupan (scalding) ke dalam air hangat:

Mikroorganisme pada bulu dan kulit akan tercuci, dan bahkan mati pada proses pencelupan (terutama psikrotrofik).

Clostridium perfringens dapat dijumpai pada air pencelupan bersuhu 53-63 oC.

Pada proses pencabutan bulu:

Pada proses ini dapat terjadi penyebarluasan kontaminasi (kontaminasi silang) mikroorganisme dari karkas ke karkas serta dari alat pencabut bulu.

S. aureus pada bulu akan menyebar melalui jari-jari karet alat pencabut bulu.

Jumlah mesofilik aerobik dan psikrotrofik, serta Enterobacteriaceae dan E. coli pada kulit ayam akan meningkat selama proses pencabutan bulu.

Pada proses ini dapat pula dijumpai Salmonella.

Selama eviserasi, mikroorganisme dapat dipindahkan dari karkas ke karkas melalui pisau, tangan pekerja, dan alat pengeluar jeroan.

Jumlah Enterobacteriaceae dan Salmonella dapat meningkat selama proses ini.

Pencucian karkas akan menghilangkan bahan-bahan organik dan mikroorganisme pada karkas.

Pencucian karkas setelah pencabutan bulu, serta selama dan setelah pengeluaran jeroan akan menurunkan jumlah mesofilik aerobik, koliform, Enterobacteriaceae dan Salmonella pada karkas.

Pendinginan karkas: dapat terjadi perkembangan psikrotrofik pada karkas dan air pendingin.



MIKROBA PADA KARKAS AYAM

Jumlah mikroorganisme pada kulit ayam setelah proses pemotongan (per cm2):

Mesofilik aerobik 103 - 105

Psikrotrofik 101 - 105

Enterobacteriaceae 103 - 104

E. coli 101 – 103

Clostridium perfringens <102

Staphylococcus aureus 103




BAHAN BACAAN

Grau F.H. 1986. Microbial Ecology of Meat and Poultry. Dalam Pearson A.M. dan Dutson T.R. (editor), Advances in Meat Research: Meat and Poultry Microbiology. England: Macmillan Publishers.

ICMSF. 1980. Microbial Ecology of Foods. Vol. 2. New York: Academic Press.