Senin, 25 Januari 2010

Pencemaran Pangan oleh Mikroorganisme dari Tangan Food Handler

Pencemaran Pangan oleh Mikroorganisme dari Tangan Manusia (Food Handler)

 

Denny Widaya Lukman

Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

 

 

Pencemaran Mikroorganisme pada Pangan

Pencemaran mikroorganisme pada pangan, khususnya pangan asal hewan seperti susu, daging, telur dan ikan, dapat berasal dari hewan/ternak yang sakit atau terinfeksi mikroorganisme patogen (disebut pencemaran primer) dan selama penanganan pangan tersebut (pencemaran sekunder).  Mikroorganisme yang berperan dalam pencemaran primer pada pangan asal hewan terutama adalah mikroorganisme patogen yang bersifat zoonotik seperti antraks, bruselosis, salmonelosis, toksoplasmosis, sistiserkosis, serta prion penyebab bovine spongiform encephalopathy (BSE) yang mengakibatkan zoonosis pada manusia new variant Creutzfeld Jakob Disease (nCJD).  Sedangkan pencemaran sekunder melibatkan mikroorganisme patogen dan mikroorganisme pembusuk.

Pencemaran sekunder pada pangan asal yang melibatkan mikroorganisme patogen umumnya terjadi selama proses pemotongan (daging), pemerahan (susu) atau penanganan telur.  Selama proses pemotongan, daging dapat tercemar oleh mikroorganisme patogen yang berasal dari isi saluran pencernaan (terutama Enterobacteriaceae dan Clostridium pada ternak dan unggas atau Campylobacter pada unggas).  Selama pemerahan, susu dapat tercemar oleh spora bakteri antraks yang berasal dari lingkungan yang tercemar.  Selama penyimpanan, telur dapat tercemar oleh mikroorganisme patogen yang berada di feses yang melekat di permukaan kerabang/kulit telur, contohnya Salmonella.  Sumber pencemaran sekunder ini dapat berasal dari hewan, kotoran, udara, tanah, air, peralatan, wadah atau kemasan, orang yang menangani pangan (food handler), pakaian, sarung tangan, dan makanan lain.

Kebanyakan kejadian foodborne disease terkait dengan praktek higiene personal yang buruk, pencemaran silang selama penyiapan makanan dan penanganan makanan siap santap yang kurang baik.  Manusia merupakan sumber utama pada pencemaran sekunder pada pangan.

Pekerja yang menangani pangan dapat mencemari makanan selama penanganan dan pengolahan makanan tersebut, serta diperkirakan bahwa manusia melepaskan mikroorganisme sebanyak 1.000 – 10.000 organisme hidup per menit (Frazier & Westhoff 1988).  Pada dasarnya mikroorganisme banyak terdapat pada tubuh manusia.  Mikroorganisme tersebut dapat ditemukan di kulit, tangan, rambut, hidung, rongga mulut, tenggorokan, saluran pencernaa dan saluran kencing.

Mikroorganisme yang terdapat pada kkulit dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu mikroorganisme residen dan mikroorganisme transien.  

Mikroorganisme residen adalah mikroorganisme yang secara normal terdapat atau hidup pada kulit, khususnya hidup dalam folikel rambut di dalam epidermis kulit.  Mikroorganisme residen tidak mudah dihilangkan karena tersembunyi di dalam jaringan kulit dan dilindungi oleh sekresi lemak dari kelenjar sebaseus.  Sebanyak 90% mikroorganisme residen terdiri dari coryneform dan staphylococci koagulase negatif.  Di antara mikroorganisme residen tersebut, Staphylococcus aureus perlu mendapat perhatian penting dari aspek keamanan pangan.  Staphyolococcus aureus banyak menyebabkan keracunan makanan (food intoxication) akibat toksin yang dihasilkan bakteri tersebut pada makanan sebelum dikonsumsi.

Mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang terdapat pada permukaan kulit dan secara normal tidak tinggal atau hidup pada kulit.  Mikroorganisme tersebut menempel pada permukaan kulit dan berasal dari kontak langsung antara permukaan kulit dan permukaan lain (alat, makanan, kulit, permukaan tercemar lainnya) atau udara, serta dapat dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan air bersih atau dengan antiseptik.

Mikroorganisme transien ini perlu mendapat perhatian karena mudah disebarkan melalui tangan dan dapat dengan mudah mencemari pangan jika food handler tidak mencuci tangan dnegan baik.  Beberapa mikroorganisme transien yang bersifat patogen yang biasa diisolasi dari kulit antara lain Escherichia coli, Salmonella, Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A (Snyder 2004).

Mikroorganisme transien pada tangan dapat terjadi akibat: (1) cuci tangan yang tidak sempurna setelah buang air besar, mengganti popok bayi atau membersihkan kotoran hewan;  (2) bahan mentah (raw material) yang tercemar atau tidak dicuci dengan baik;  serta(3) luka atau bisul.

 

Cuci Tangan

Kebersihan tangan food handler sangat penting dalam keamanan pangan.   Tangan dari pekerja yang terinfeksi mikroorganisme atau yang menangani makanan tercemar dapat memindahkan mikroorganisme ke makanan lain pada saat memegang atau menangani.  Mencuci tangan dengan benar dapat memutus rute penyebaran mikroorganisme melalui tangan ke makanan.  Oleh sebab itu, cuci tangan merupakan prosedur baku yang penting yang harus dilakukan food handler yang akan mempersiapkan atau mengolah pangan.

Mencuci tangan yang baik adalah mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.  Air bersih untuk mencuci tangan merupakan syarat mutlak.  Sabun berguna untuk melarutkan lemak dan minyak pada permukaan tangan, kemudian dengan bilasan air bersih maka sejumlah mikroorganisme akan dihilangkan.  Penggunaan sikat saat penggosokan dengan sabun akan menghilangkan lebih banyak mikroorganisme transien dan residen dibandingkan dengan tidak menggunakan sikat (Marriott 1999).  Efektivitas cuci tangan ini akan meningkat jika menggunakan sabun yang mengandung antiseptik.

Prosedur cuci tangan yang memadai untuk menjamin kebersihan tangan meliputi 6 tahap yaitu:

(1)  membasahi tangan dengan air bersih

(2)  memberi sabun

(3)  menggosok busa sabun ke seluruh telapak dan punggung tangan, serta di antara jari-jari

(4)  menggunakan sikat untuk membersihkan kuku dan sela-sela jari

(5) membilas tangan dengan air bersih

(6) mengeringkan tangan (dengan tisu atau hand dryer)

Nilai pH Daging (2)

Nilai pH Daging (2)

Denny W. Lukman

Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

 

Nilai pH pada Daging Ayam

Nilai pH pada otot ayam pada saat pemotongan sekitar 7,0 dan menurun selama glikolisis anaerob (glikolisis postmortem) menjadi 5,5-5,9.  Kisaran nilai pH daging ayam setelah rigor mortis adalah 5,5-6,4.  Nilai pH akhir daging ayam dicapai sekitar 3 jam setelah pemotongan dan nilai pH akhir yang baik pada daging ayam antara 5,5-5,9.

 

Nilai pH akhir dan Kualitas Daging

Nilai pH akhir daging akan menentukan karakteristik kualitas daging lainnya, seperti struktur otot, daya ikat air, pertumbuhan mikroorganisme, denaturasi protein dan enzim, keempukan daging, dan kapasitas emulsifikasi daging.