MIKROBIOLOGI DAGING
Denny W. Lukman
Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
PENDAHULUAN
Daging digolongkan bahan makanan mudah rusak (perishable food). Di bagian dalam daging yang berasal dari hewan yang sehat yang dipotong secara higienis tidak ditemukan mikroorganisme. Mikroorganisme pada daging yang berasal dari hewan sehat dan dipotong secara higienis ditemukan pada permukaan daging dan limfonodus. Mikroorganisme dapat ditemukan di bagian dalam daging, jika daging berasal dari hewan sakit (terinfeksi).
Sumber kontaminasi daging:
1. Hewan sakit
2. RPH/RPU: kulit, alat, pekerja, udara, isi saluran pencernaan
3. Penanganan setelah pemotongan
Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging tergantung dari metode penanganan daging.
Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging menggambarkan sanitasi dan higiene penanganan daging, serta menentukan kualitas dan keamanan daging.
Kepentingan mikroorganisme pada daging:
1. Beberapa mikroorganisme bersifat patogen yang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen
2. Beberapa mikroorganisme sebagai penyebab pembusukan atau kerusakan daging (mikroorganisme pembusuk atau perusak).
3. Beberapa mikroorganisme dijadikan sebagai mikroorganisme indikator
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PADA DAGING
1. Faktor intrinsik (faktor-faktor dalam daging):
nutrisi, pH, aktivitas air, ketersediaan oksigen, zat antimikrobial, struktur
2. Faktor ekstrinsik (faktor-faktor di luar daging):
suhu, kelembaban, konsentrasi gas dan pengolahan.
MIKROORGANISME PADA DAGING SAPI
MIKROFLORA SALURAN PENCERNAAN
Sejumlah E. coli, Clostridium perfringens, dan streptokoki sudah ditemukan pada hari pertama kelahiran di dalam isi rumen, abomasum, sekum dan bagian saluran pencernaan lain.
Hari ke-2 sampai 12, dijumpai laktobasili dalam jumlah banyak di dalam rumen dan usus halus.
Salmonella dapat ditemukan dalam rumen, ileum, sekum, rektum, limfoglandula saluran pencernaan (yang berkaitan dengan saluran pencernaan bagian belakang).
MIKROFLORA PADA KULIT SAPI
Mikroorganisme yang ditemukan:
1. Mikroflora normal pada kulit: mikrokoki, stafilokoki, kamir
2. Mikroorganisme dari tanah, padang rumput (pastur) dan feses
Jenis dan jumlah dipengaruhi oleh faktor lingkungan (musim, kelembaban, suhu)
TRANSPORTASI
Selama transportasi dari peternakan ke RPH, hewan dapat terkontaminasi salmonella yang berasal dari feses.
RPH DAN PROSES PEMOTONGAN
Kontaminasi selama proses pemotongan terutama terjadi pada saat proses pengulitan, pemotongan kaki bagian bawah dan pengeluaran jeroan.
Pada kulit dapat ditemukan jumlah mikroorganisme (per gram atau per cm2):
Mesofilik aerobik 106 - 108
Psikrotrofik 104 – 106
Enterobacteriaceae 103 – 106
Escherichia coli 101 – 105
Spora Bacillus 105 – 106
Kapang-kamir >103
Salmonella bervariasi (400 per cm2; 4000000 per gram)
Rumen dapat mengandung mikroorganisme (per gram):
Mesofilik aerobik 106 - 108
Psikrotrofik 102 – 105
Enterobacteriaceae dan E. coli 103 – 107
Feses dapat mengandung mikroorganisme (per gram):
Mesofilik aerobik 108 – 109
Psikrotrofik 102 – 105
Enterobacteriaceae dan E. coli 106 – 109
Clostridium perfringens dan Campylobacter 106 – 109
Daging dapat tercemar mikroorganisme pada saat pemingsanan secara mekanik (captive bolt pistol yang tercemar) dan penyembelihan oleh pisau tercemar.
Pada saat pengulitan dan pemotongan kaki bagian bawah: pencemaran cukup tinggi.
Setelah penyayatan kulit dan pemotongan kaki bagian bawah, pada mata pisau dapat ditemukan mikroorganisme:
Mesofilik aerobik 107
Spora basilus dan psikrotrofik 105
Enterobacteriaceae 103
Salmonella dapat ditemukan pada tangan pekerja, pisau, apron pekerja yang menguliti hewan
Selama eviserasi (pengeluaran jeroan) dapat terjadi peningkatan pencemaran Salmonella dan Enterobacteriaceae pada karkas.
Campylobacter dapat ditemukan pada empedu.
Pisau dan tangan yang tercemar oleh mikroorganisme selama proses eviserasi dan pemeriksaan postmortem akan mencemari bagian karkas lain.
Proses pencucian karkas setelah eviserasi dapat mempengaruhi keberadaan mikroorganisme pada permukaan karkas. Kadang-kadang jumlah mikroorganisme akan berkurang pada satu bagian/daerah, namun di daerah lain akan tetap atau bahkan bertambah.
Hal ini tergantung lama pencucian, suhu air, volume air dan tekanan air, serta sanitaiser yang ditambahkan ke dalam air (klorin atau asam organik).
MIKROFLORA PADA KARKAS
Mikroorganisme pada karkas setelah proses pemotongan (higienis):
ICMSF (1980):
Total plate count (TPC) 103 – 105 bakteri per cm2
Psikrotrofik <>2 cm2
Koliform 101 – 102 cm2
Tingkat kontaminasi mikroorganisme pada permukaan bagian dalam karkas lebih rendah dibandingkan bagian luar karkas.
Grau (1986):
Mesofilik aerobik 103 – 106 per cm2
Psikrotrofik 0.1 – 10% dari jumlah mesofilik
Enterobacteriaceae dan E. coli 10 per cm2
Clostridium perfringens dan Campylobacter jejuni dalam jumlah kecil.
PENDINGINAN DAGING
Pengaruh pendinginan terhadap mikroorganisme pada permukaan karkas/daging tergantung dari kondisi pendinginan.
Pendinginan daging yang cepat, dengan kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban yang rendah akan mengurangi jumlah mikroorganisme pada karkas/daging.
Pendinginan akan mengubah jenis dan jumlah mikroorganisme pada daging (terutama perbandingan psikrotrofik dan mesofilik).
Kondisi pendinginan harus dijaga: sebaiknya kandungan mikroorganisme pada udara tidak lebih dari 102 mikroba/m2/menit (akan memberikan kontribusi kontaminasi pada karkas 14 mikroba/cm2 permukaan karkas/hari).
Penyimpanan daging pada suhu 15 – 20 oC atau lebih memiliki resiko perkembangan mesofilik dan patogen.
Organ (jeroan) memiliki jumlah mikroorganisme yang relatif lebih besar dari daging. Oleh sebab itu harus segera didinginkan
Suhu bagian dalam daging < +4 oC
Suhu bagian dalam jeroan < +3 oC
CUTTING DAN PELEPASAN TULANG
Pencemaran selama proses cutting, boning dan pengemasan dapat terjadi melalui peralatan (pisau, alas potong, mesin pemotong), tangan pekerja, suhu ruang dan lamanya daging di dalam ruang tersebut.
Suhu ruang cutting dan boning sebaiknya < 10 oC.
MIKROORGANISME PADA DAGING UNGGAS
MIKROFLORA PADA UNGGAS HIDUP
Mikroorganisme masuk pertama kali ke dalam tubuh anak ayam melalui penularan vertikal dari induk (telur), masuknya mikroorganisme dari permukaan kulit telur ke dalam, dan saat minum/makan.
MIKROFLORA PADA SALURAN PENCERNAAN
Pada hari ke-1 dalam saluran pencernaan anak ayam sudah dapat dijumpai sejumlah streptokoki fekal, Enterobacteriaceae dan Clostridium. Selanjutnya dapat ditemukan laktobasili.
Mikroflora dalam saluran pencernaan akan terus berubah.
Usus kecil ayam pada hari pertama dapat mengandung mikroorganisme:
Koliform dan streptokoki fekal 108 – 109 per gram.
Selanjutnya (setelah 2 hari) mikroorganisme tersebut menurun, tetapi laktobasili meningkat. Selama seminggu jumlah laktobasili mencapai 107 per gram, sementara jumlah streptokoki fekal dan koliform berkisar <104 per gram.
Mikroflora pada usus halus didominasi oleh mikroorganisme anaerob fakultatif.
Mikroorganisme anaerob dalam usus berjumlah 10 – 40% jumlah mikroorganisme.
Pada sekum, pertama kali koliform dan streptokoki fekal dapat ditemukan 1010 per gram; selanjutnya berkembang laktobasili (mencapai 109 – 1010 per gram).
Clostridium perfringens dapat ditemukan dalam sekum <>5 per gram.
Campylobacter jejuni sering ditemukan pada saluran pencernaan bawah dan dapat mencapi jumlah 107 per gram feses.
Salmonella pada saluran pencernaan ayam. Pada umur ke-1 dan ke-2, anak ayam mudah terinfeksi salmonella.
Staphylococcus aureus pada ayam ditemukan di tenggorakan dan kloaka (mulai umur hari ke-1/DOC), serta pada permukaan tubuh dan lubang hidung.
Jumlah S. aureus dari bilasan seluruh tubuh ayam dapat mencapai 105
Jumlah S. aureus pada tubuh dan lubang hidung akan meningkat sejalan dengan pertambahan umur ayam.
S. aureus tidak ditemukan atau ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dalam saluran pencernaan ayam.
Mesofilik yang banyak ditemukan pada kulit ayam adalah Micrococci.
Psikrotrofik yang dominan ditemukan pada bulu adalah Moraxella dan Acinetobacter. Jumlahnya sekitar 0.1% dari jumlah mesofilik.
Enterobacteriaceae dan E. coli ditemukan pada kulit sebesar 104 - 106 per gram.
TRANSPORTASI
Selama transportasi ayam terkontaminasi dari feses.
RPU DAN PROSES PEMOTONGAN
Kontaminasi silang dapat terjadi selama proses pemotongan di RPU.
Kontaminasi bakterial yang utama selama proses pemotongan terjadi pada tahap pencabutan bulu (defeathering) dan pengeluaran jeroan (eviscerating).
Pada proses pencelupan (scalding) ke dalam air hangat:
Mikroorganisme pada bulu dan kulit akan tercuci, dan bahkan mati pada proses pencelupan (terutama psikrotrofik).
Clostridium perfringens dapat dijumpai pada air pencelupan bersuhu 53-63 oC.
Pada proses pencabutan bulu:
Pada proses ini dapat terjadi penyebarluasan kontaminasi (kontaminasi silang) mikroorganisme dari karkas ke karkas serta dari alat pencabut bulu.
S. aureus pada bulu akan menyebar melalui jari-jari karet alat pencabut bulu.
Jumlah mesofilik aerobik dan psikrotrofik, serta Enterobacteriaceae dan E. coli pada kulit ayam akan meningkat selama proses pencabutan bulu.
Pada proses ini dapat pula dijumpai Salmonella.
Selama eviserasi, mikroorganisme dapat dipindahkan dari karkas ke karkas melalui pisau, tangan pekerja, dan alat pengeluar jeroan.
Jumlah Enterobacteriaceae dan Salmonella dapat meningkat selama proses ini.
Pencucian karkas akan menghilangkan bahan-bahan organik dan mikroorganisme pada karkas.
Pencucian karkas setelah pencabutan bulu, serta selama dan setelah pengeluaran jeroan akan menurunkan jumlah mesofilik aerobik, koliform, Enterobacteriaceae dan Salmonella pada karkas.
Pendinginan karkas: dapat terjadi perkembangan psikrotrofik pada karkas dan air pendingin.
MIKROBA PADA KARKAS AYAM
Jumlah mikroorganisme pada kulit ayam setelah proses pemotongan (per cm2):
Mesofilik aerobik 103 - 105
Psikrotrofik 101 - 105
Enterobacteriaceae 103 - 104
E. coli 101 – 103
Clostridium perfringens <102
Staphylococcus aureus 103
BAHAN BACAAN
Grau F.H. 1986. Microbial Ecology of Meat and Poultry. Dalam Pearson A.M. dan Dutson T.R. (editor), Advances in Meat Research: Meat and Poultry Microbiology.
ICMSF. 1980. Microbial Ecology of Foods. Vol. 2. New York: Academic Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar