Jumat, 21 Agustus 2009

FOODBORNE ZOONOSIS (2)

Foodborne Zoonosis (2)


Foodborne diseases yang terkait daging. Daging mentah (segar) dapat tercemar oleh E. coli, Salmonella, dan Staphylococcus aureus. Dalam daging giling dapat ditemukan Clostridium perfringens, Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, enterohemorrhagic E. coli (EHEC). Clostridium botulinum terkait dengan produk olahan daging yang dikemas vakum. Beberapa parasit yang sering dijumpai adalah kista Taenia saginata pada daging sapi (Cysticercus bovis), kista Toxoplasma gondii dan Echinococcus granulosus (hydatid) pada daging kambing/domba, kista-kista Taenia solium (Cysticercus cellulosae) dan Trichinella spiralis pada daging babi.


Foodborne disease yang terkait unggas. Salmonella enterica serotipe (serovar) Enteritidis (Salmonella Enteritidis), Salmonella enterica serotipe Typhimurium (Salmonella Typhimurium), S. Infantis, S. Reading, S. Blockey, Clostridium perfringens, Campylobacter jejuni, dan E. coli sering dijumpai di produk unggas.


Foodborne disease yang terkait susu. Wabah yang diakibatkan Salmonella spp terkait dengan keju, es krim, susu segar, dan susu pasteurisasi; infeksi Campylobacter spp terkait susu segar; wabah Listeria monocytogenes terkait dengan keju dan produk-produk susu yang diolah dari susu tanpa pasteurisasi; serta Yersinia enterocolitica pernah menimbulkan wabah yang terkait dengan susu pasteurisasi.



Salmonellosis

Kasus foodborne disease akibat Salmonella saat ini lebih banyak disebabkan oleh Salmonella non-tifoid, terutama Salmonella Enteritidis dan Salmonella Typhimurium. Hampir semua serotipe/serovar Salmonella enterica dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan mamalia, serta bersifat zoonotik atau berpotensi zoonotik (CFSPH 2005a). Cara penularan Salmonella ke manusia umumnya melalui konsumsi makanan yang tercemar (jalur fekal-oral). Beberapa Salmonella memiliki sumber (reservoir) spesifik dan makanan tertentu sebagai media penularnya, misalnya Salmonella Enteritidis terkait dengan unggas dan produk unggas. Jenis pangan asal hewan yang terkait dengan salmonelosis pada manusia adalah daging, susu, unggas, dan telur. Beberapa produk olahan susu seperti keju dan es krim juga pernah menyebabkan wabah salmonelosis. Namun, pada beberapa wabah salmonelosis terakhir, pangan yang terkait adalah buah dan sayuran. Selain sakit dan kematian, ancaman kesehatan masyarakat dari bakteri Salmonella adalah resistensi bakteri ini terhadap antibiotik yang dapat diturunkan dan ditularkan ke bakteri lain (Bhunia 2008).

Insidensi salmonelosis non-tifoid di dunia diperkirakan sekitar 1,3 miliar kasus dan 3 juta kematian setiap tahunnya (Tassios et al. 1997). Laporan CDC menyebutkan bahwa insidensi Salmonella Typhimurium di Amerika Serikat dari tahun 1996-1998 sampai 2005 menurun nyata (42%), namun Salmonella Enteritidis dan Salmonella enterica serotipe Heidelberg meningkat (masing-masing 25%), begitu pula Salmonella enterica serotipe Javiana (82%).

Salmonella Enteritidis (SE) ditularkan dari induk ke telur secara transovarial, sehingga bakteri tersebut dapat ditemukan dalam isi telur dengan kondisi kerabang telur yang utuh. SE berkoloni di ovarium ayam petelur. Jika bakteri ini telah menginfeksi kelompok atau peternakan ayam, maka sulit sekali diberantas, karena keberadaan bakteri ini dipelihara di lingkungan, pakan, dan rodensia di peternakan ayam tersebut. Di Australia selama tahun 2006 dilaporkan terdapat 305 kasus salmonelosis yang disebabkan oleh SE. Mayoritas kasus berkaitan dengan perjalanan ke luar negeri (85%). Dari perjalanan ke luar negeri, paling banyak dilaporkan dari Asia, yaitu: Indonesia (36,15%), Thailand (30,13%), dan Singapur (24,10%) (OzFoodNet Working Group 2007).

Salmonella Typhimurium phage type DT104 yang memiliki resistensi terhadap beberapa antibiotik dan menjadi masalah salmonelosis pada manusia di Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada. S. Typhimurium phage type DT104 resisten terhadap minimum 5 antibitotik. Jenis antibiotik yang telah menjadi resisten pada S. Typhimurium adalah ampisilin, kloramfenikol, streptomisin, sulfonamid, tetrasiklin, trimetroprim, dan siprofloksasin. Beberapa antibiotik tersebut merupakan antibiotik pilihan yang biasa digunakan oleh dokter untuk mengobati penderita gastro-enteritis.

Gejala klinis pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella non-tifoid sangat bervariasi, namun umumnya menyebabkan gastroenteritis (radang lambung-usus). Gejala penyakit biasanya timbul 6-72 jam setelah mengonsumsi makanan atau minuman tercemar dan dalam kondisi akut ditandai dengan gejala seperti nyeri perut dan diare (kadang disertai lendir atau darah), demam 38-39 °C, serta mual dan muntah. Pada beberapa kasus gejala akut dapat sembuh dalam 48 jam. Namun, penyakit dapat berjalan terus dengan diare yang persisten dan demam ringan selama 10-14 hari. Pada kasus berat dapat menimbulkan dehidrasi, kemudian mengarah ke hipotensi (tekanan darah menurun), kram, sering buang air kecil (oliguria), dan uremia. Anak-anak dan orang tua (>60 tahun) akan mengalami gejala yang lebih parah. Gejala ini dapat menjadi lebih parah dan bahkan dapat menimbulkan kematian (Hanes 2003).


Tidak ada komentar: