Sabtu, 05 Januari 2013

Bahaya Biologis pada Daging

BAHAYA BIOLOGIS PADA DAGING

Denny W. Lukman



Daging sebagai pangan harus memenuhi persyaratan aman dan layak dikonsumsi oleh manusia.  Mengingat daging berpotensi dapat membawa penyakit hewan ke manusia (foodborne zoonosis), maka penerapan kesehatan hewan dan keamanan pangan mulai dari peternakan sampai siap dikonsumsi sangat diperlukan. Penyakit zoonotik saat ini dan ke depan menjadi ancaman kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang, terkait peningkatan jumlah penduduk, globalisasi perdagangan, deforestasi, perubahan gaya hidup, dan perubahan agen patogen.

Daging dapat menjadi pembawa mikroorganisme (bahaya biologis) baik dari saat hewan hidup maupun setelah hewan dipotong.  Selain itu, daging dapat pula mengandung residu dan bahan kimia lain (bahaya kimiawi), seperti residu antibiotika, residu hormon, dan cemaran logam berat.  Beberapa residu dan cemaran bahan kimia pada daging mentah tersebut umumnya akan tetap berada pada daging yang diolah lebih lanjut karena bahan kimia tersebut umumnya tidak terurai atau jika terurai masih berbahaya bagi kesehatan konsumen. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan keamanan pangan mulai dari peternakan sampai di konsumen sangat penting.

Pada tahun 2007 di Amerika Serikat dilaporkan 235 wabah foodborne illness dan banyak terkait dengan produk unggas dan daging sapi (CDC 2010).  Pada tahun 2009 telah dilaporkan sebanyak 5550 wabah foodborne illness yang melibatkan 48 984 orang yang mengakitabkan 4356 orang dirawat di rumah sakit dan 46 orang meninggal dunia.  Di antara agen patogen penyebab foodborne illness yang paling banyak dilaporkan adalah Campylobacter dan Salmonella dan umumnya terkait dengan daging unggas segar dan telur, produk unggas, dan daging babi (EFSA 2011).

Mikroorganisme patogen yang menjadi perhatian utama untuk dikendalikan pada daging segar (mentah) antara lain bakteri Salmonella, Campylobacter, enterohaemorrhagic E. coli termasuk serotipe O157:H7 dan bakteri enterik lainnya (EFSA 2011; Sofos 2008).  Dari laporan website Food Safety and Inspection Service (FSIS) Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) tahun 2012 terkait penarikan produk daging, mikroorganisme utama yang banyak dilaporkan adalah Listeria, E. coli O157:H7, dan Salmonella (FSIS USDA 2012).  Salmonella diperkirakan masih menjadi foodborne illness, sehingga masih menjadi perhatian utama dalam pengendalian keamanan pangan di masa depan.  Listeria monocytogenes juga menjadi perhatian utama dalam pengawasan produk daging dan unggas yang siap santap (ready-to-eat meat and poultry), mengingat kejadiannya sering sangat berpotensi mencemari makanan yang telah diolah dan dapat berkembang biak pada suhu dingin (Sofos 2008).

Bahaya biologis lain yang dapat dijumpai pada daging adalah cacing atau protozoa yang bersifat zoonotik dalam bentuk larva berkista dalam daging, seperti kista cacing pita Taenia saginata (cysticercus bovis) pada daging sapi dan Taenia solium (cysticercus cellulocae) pada daging babi, cacing pita Echinococcus sp. pada hati domba, kista cacing Trichinella spiralis pada daging babi, serta kista (bradizoit) Toxoplasma pada daging domba dan kamibng.  Keberadaan parasit zoonotik tersebut umumnya kurang mendapat perhatian keamanan pangan dan kesehatan masyarakat, yang sering disebut neglected zoonotic diseases.  Bahaya biologis lainnya pada daging yang relatif bersifat baru (emerging) adalah prion penyebab penyakit sapi gila (mad cow atau bovine spongiform encephalopathy/BSE) yang bersifat zoonotik.

Umumnya keberadaan bakteri pada daging segar dapat dikendalikan (dimatikan atau diturunkan jumlahnya sampai tingkat yang aman bagi konsumsi manusia) selama proses pengolahan daging, khususnya yang menggunakan panas, namun prios sangat sulit dieliminasi dari produk daging dengan proses pemanasan karena daya tahannya terhadap panas dan perlakuan lain.  Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (World Organization for Animal Health atau dikenal dengan OIE) mensyaratkan prosedur pembuatan tepung daging-tulang asal ruminansia (ruminant meat-bone-meal) sebagai bahan baku makanan ternak (pakan) non-ruminansia untuk menguranig infektifitas prion, yaitu ukuran partikel bahan baku sebelum dipanaskan maksimum 50 mm dan pemanasan minimum 132 derajat Celcius selama minimum 20 menit dengan tekanan absolut 3 bar (WOAH 2011).



Pencegahan dan Pengendalian

Pencegahan dan pengendalian bahaya biologis pada pangan asal hewan diterapkan pada semua tahapan dalam rantai pangan asal hewan, mulai dari peternakan sampai di konsumen.  Tindakan dalam setiap tahap berupa praktik yang baik (good practices) yang mencakup penerapan higiene pada bangunan, lokasi, peralatan, proses, dan pekerja.  Praktik yang baik ini merupakan dasar atau fondamen yang esensial dalam penerapan sistem jaminan keamanan pangan di unit usaha pangan, sehingga dijadikan program persyaratan dasar (prerequisite program) dalam penerapan sistem tersebut.  Sistem jaminan keamanan pangan yang sangat dianjurkan dalam industri pangan adalah sistem hazard analysis critical control point (sistem HACCP) dan saat ini diperkenalkan juga sistem manajemen keamanan pangan menurut ISO 22000.  Kedua sistem tersebut menekankan pada tindakan pencegahan (preventive measures).

Di Indonesia, penerapan praktik yang baik, khususnya penerapan higiene sanitasi, pada unit usaha daging dibuktikan dengan perolehan sertifikat nomor kontrol veteriner (NKV) yang diterbitkan oleh Dinas Provinsi yang memiliki fungsi bidang kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet).  Salah satu praktik higiene yang baik dalam menangani daging segar dan daging olahan adalah penerapan rantai dingin, yaitu penanganan dan penyimpanan daging pada suhu dingin (di bawah atau sama dengan 4 derajat Celcius untuk daging segar dan di bawah atau sama dengan minus 18 derajat Celcius untuk daging beku).  Salah satu tindakan pencegahan yang dapat diterapkan industri daging adalah pemasok daging segar harus memiliki sertifikat NKV atau sistem jaminan keamanan pangan (HACCP atau ISO 22000).  Selain itu, program pelatihan sumberdaya manusia di industri daging sangat penting untuk mendukung penerapan sistem jaminan keamanan pangan yang konsisten dan efektif.



Daftar Pustaka

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention.  2010.  Surveillance for foodborne disease outbreaks—United States, 2007. MMWR 59:973–9.

[EFSA] European Food Safety Authority.  2011.  The European Union summary report on trends and sources of zoonoses, zoonotic agents and food-borne outbreaks in 2009.  EFSA J 9:2090.

[FSIS USDA] Food Safety and Inspection System United States Department of Agriculture.  2012.  FSIS Recalls: recall case archieve.  http://www.fsis.usda.gov/ Fsis_Recalls/Recall_Case_Archive/index.asp

Sofos JN.  2008.  Challenges to meat safety in the 21st century.  Meat Sci 78:3-13.

[WOAH] World Organization for Animal Health.  2011.  Terrestrial animal health code 2011: Bovine spongiform encephalopathy.  http://www.oie.int/ index.php?id=169&L= 0&htmfile=chapitre_1.11.5.htm





Tidak ada komentar: