Selasa, 16 Maret 2010

Residu Antibiotik dalam Pangan Asal Hewan

Residu Antibiotik dalam Pangan Asal Hewan


Penggunaan antibiotika di peternakan memberikan manfaat bagi hewan dan peternak, namun dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat jika pemakaiannya tidak sesuai aturan. Risiko tersebut berupa adanya residu antibiotika pada daging, susu dan telur akibat penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dengan dosis dan/atau tidak memperhatikan masa henti obat (withdrawal time). Residu antibiotika adalah senyawa asal dan/atau metabolitnya yang terdapat dalam jaringan produk hewani dan termasuk residu hasil uraian lainnya dari antibiotika tersebut. Jadi, residu dalam bahan pangan meliputi senyawa asal yang tidak berubah, metabolit dan/atau konyugat lain. Beberapa metabolit obat diketahui bersifat kurang atau tidak toksik dibandingkan dengan senyawa asalnya, namun beberapa diketahui lebih toksik.

Ancaman potensial residu antibiotika dalam makanan terhadap kesehatan dibagi tiga kategori, yaitu (1) aspek toksikologis, (2) aspek mikrobiologis dan (3) aspek imunopatologis. Menurut Haagsma (1988), residu antibiotika dalam makanan dan penggunaannya dalam bidang kedokteran hewan berkaitan dengan aspek kesehatan masyarakat veteriner, aspek teknologi dan aspek lingkungan.

Dari aspek toksikologis, residu antibiotika bersifat racun terhadap hati, ginjal dan pusat hemopoitika (pembentukan darah). Dari aspek mikrobiologis, residu antibiotika dapat mengganggu mikroflora dalam saluran pencernaan dan menyebabkan terjadinya resistensi mikroorganisme, yang dapat menimbulkan masalah besar dalam bidang kesehatan manusia dan hewan. Dari aspek imunopatologis, residu antibiotika dapat menimbulkan reaksi alergi yang ringan dan lokal, bahkan dapat menyebabkan shock yang berakibat fatal. Selanjutnya dipandang dari aspek teknologi, keberadaan residu antibiotika dalam bahan pangan dapat menghambat atau menggagalkan proses fermentasi.

Pengaruh pemanasan terhadap kandungan residu dalam bahan pangan telah mendapat perhatian besar. Pemanasan dapat menginaktivasi residu klortetrasiklin dan oksitetrasiklin 5-10 ppm dalam bahan pangan menjadi kurang dari 1 ppm, namun belum diketahui sifat kedua antibiotik yang terinak-tivasi dan produk-produk uraiannya. Moats (1988) menyatakan bahwa istilah inaktivasi digunakan untuk menyatakan kehilangan aktivitas antimikroba dan tidak menerangkan mengenai perubahan kimia yang terjadi.

Berdasarkan informasi dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner, tantangan yang dihadapi bidang kesehatan masyarakat adalah resistensi mikroorganisme akibat residu antibiotik dalam pangan asal hewan.

Tindakan pencegahan dan pengendalian residu antibiotik antara lain kebijakan jenis antibiotik di kedokteran hewan (tidak menggunakan jenis antibiotik yang digunakan manusia untuk hewan), pengawasan pemakaian antibiotik, penerapan good practices sepanjang rantai pangan (from farm to table), penerapan jaminan keamanan pangan di unit usaha pangan asal hewan, serta pelaksanaan pemantauan dan surveilans residu antibiotik pada pangan asal hewan.



Bahan Bacaan

Haagsma N. 1988. Control of Veterinary Drug Residues in Meat – a Contribution to the Development of Analytical Procedures. Tesis. The University of Utrecht, the Netherlands

Moats W.A. 1988. Inactivation of antibiotics by heating in foods and other substrates – a review. J. Food Protect. 51: 491-497.

Tidak ada komentar: