PENGAMBILAN CONTOH DAN PENGUJIAN KEAMANAN DAGING
Denny Widaya Lukman
Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Pendahuluan
Hasil pengujian laboratorium terhadap daging dan hasil olahannya sangat tergantung pada rencana dan teknik pengambilan, penanganan (pengiriman, penyimpanan) serta persiapan contoh (sample). Jika pengambilan contoh dilaksanakan dengan cara yang tidak benar, maka langkah selanjutnya berupa preparasi (persiapan) dan pengujian akan sia-sia, membuang waktu dan biaya.
Daging dikategorikan sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) karena daging mengandung zat gizi yang baik, memiliki pH dan aktivitas air yang sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Dengan kata lain, daging merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, daging dikategorikan juga sebagai bahan makanan yang berpotensi berbahaya (potentially hazardous food), artinya daging dapat menjadi media pembawa mikroorganisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.
Daging yang beredar di Indoneia harus memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh dan halal atau disingkat ASUH. Aman artinya daging tersebut tidak mengandung bahaya-bahaya biologis (bakteri, kapang, kamir, virus, parasit, prion), kimiawi (racun/toksin, mikotoksin, residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat, cemaran pestisida, cemaran lingkungan) dan fisik (kaca, besi, tulang, kayu, dll) yang dapat membahayakan kesehatan manusia (konsumen). Sehat artinya daging tersebut mengandung bahan-bahan yang berguna bagi kesehatan manusia. Utuh artinya daging tersebut tidak dicampur dengan bahan lain. Halal artinya daging diproduksi mengikuti syariat agama Islam.
Untuk menjamin penyediaan daging yang ASUH, maka dilakukan pengawasan (surveillance, monitoring, inspeksi) terhadap daging dalam mata rantai penyediaan daging. Dalam pengawasan tersebut, dapat dilakukan pengambilan dan pengujian (laboratorium) contoh. Pengujian contoh di laboratorium perlu mengikuti prosedur
Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh (sampling) didefinisikan sebagai prosedur dengan cara tertentu mengambil suatu bagian dari substansi, bahan, atau produk untuk keperluan pengujian atau kalibrasi dari contoh yang mewakili kumpulannya.
Pengambilan contoh harus mewakili kumpulannya dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. perencanaan pengambilan contoh;
2. petugas pengambilan contoh;
3. prosedur pengambilan contoh;
4. peralatan yang digunakan;
5. lokasi dan titik pengambilan contoh;
6. frekuensi pengambilan contoh;
7. keselamatan kerja; dan
8. dokumentasi yang terkait.
Petugas yang melaksanakan pengambilan contoh harus terampil dan memahami prosedur pengambilan contoh dan menangani contoh tersebut hingga siap diuji di laboratorium. Sebaiknya, petugas pengambil contoh telah mengikuti pelatihan atau pendidikan tentang pengambilan contoh.
Rencana Pengambilan Contoh
Dalam rencana pengambilan contoh perlu diperhatikan lot dan unit (sample unit).
Untuk pengujian mikrobiologis, perlu ditetapkan prosedur dan kriteria penetapan suatu contoh diterima atau tidak. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pengambilan contoh untuk pengujian mikrobiologis adalah:
a. Bahaya terhadap kesehatan
Semakin bahaya jenis mikroorganisme yang diduga terdapat di dalam makanan atau semakin kecil jumlah mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit, maka unit contoh yang diambil harus semakin besar dan banyak. Hal ini untuk meningkatkan peluang untuk mendapatkan contoh yang positif, sehingga dapat dihindari kemungkinan menyatakan suatu contoh aman padahal sebenarnya berbahaya (negatif palsu).
b. Keseragaman
Semakin seragam contoh, misalnya makanan cair (susu), pada proses homogenisasi, maka contoh yang diambil dapat lebih kecil. Namun jika suatu contoh tidak atau kurang seragam, maka unit contoh yang diambil harus lebih banyak atau lebih besar.
c. Pengelompokan
Jika di dalam suatu lot terdapat pengelompokan yang lebih kecil (sublot), misalnya beberapa unit kaleng dimasukkan ke dalam kotak karton, maka unit contoh dapat diambil dari masing-masing sublot untuk mewakili setiap atau sebagian besar sublot.
d. Konsistensi dalam produksi
Jika suatu produk selalu memiliki mutu yang baik setelah diuji, maka pengambilan contoh dapat dikurangi jumlahnya atau diperpanjang periodenya karena sudah mempunyai tingkat kepercayaan tinggi.
Apabila pengujian mikrobiologis bersifat kualitatif (positif atau negatif) maka rencana pengambilan contoh berdasarkan sistem dua kelas. Sedangkan jika pengujian mikrobiologis bersifat kuantitatif (jumlah mikroorganisme), maka rencana pengambilan contoh berdasarkan sistem tiga kelas.
Sistem Dua Kelas
Dalam sistem dua kelas ditentukan suatu batas m sebagai beriikut:
diterima ditolak
yang mana m dapat merupakan hasil uji kualitatif (positif/negatif) atau batas jumlah uji kuantitatif (misalnya jumlah mikroorganisme, total plate count). Untuk mikroorganisme yang sangat berbahaya, nilai m mungkin sama dengan 0 sel per gram atau per ml.
Penerimaan atau penolakan suatu contoh dilakukan sebagai berikut:
Misalnya jumlah unit contoh yang diuji adalah n dan jumlah maksimum unit contoh yang diperbolehkan menghasilkan uji lebih tinggi dari m adalah c. Jika ditetapkan n=10 dan c=2, maka contoh akan diterima atau ditolak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Contoh diterima jika dua unit atau kurang (< 2 unit) menghasilkan uji lebih dari m (> m).
b. Contoh ditolak jika lebih dari dua unit (> 2unit) menghasilkan uji lebih dari m (> m).
Sistem Tiga Kelas
Dalam sistem tiga kelas ditentukan suatu batas m dan M sebagai berikut:
diterima marginally ditolak
cceptable
Contoh makanan pada kondisi marginally acceptable berarti tidak diinginkan, tetapi masih dapat diterima jika jumlahnya tidak terlalu banyak (pada batas tertentu). Sistem tiga kelas dipengaruhi juga oleh besarnya n dan c. Unit contoh yang diambil harus mewakili tiga kelas yang menghasilkan jumlah mikroorganisme 0 sampai m, m sampai M, dan lebih besar dari M.
Prosedur Pengambilan Contoh
Sebelum pengambilan contoh, perlu dipersiapkan peralatan yang akan digunakan untuk mengambil dan membawa contoh. Untuk pengujian mikrobiologis, peralatan yang digunakan harus steril dan pengambilan contoh dilakukan seaseptik mungkin atau meminimumkan kemungkinan terjadinya pencemaran. Untuk pengujian kimiawi, peralatan tidak perlu steril, namun harus bersih dan kering.
Dalam pengambilan contoh daging perlu diperhatikan bentuk fisik contoh yang akan diambil (daging segar, daging beku, daging olahan) dan tujuan pengujian (uji mikrobiologis, kimiawi, atau residu). Jika contoh berupa daging segar atau karkas segar, contoh daging dapat diambil dari berbagai tempat atau tempat tertentu secara purposif. Misalnya untuk pengujian mutu daging biasanya digunakan M. longissimus dorsi atau M. gluteus. Untuk contoh daging olahan, dapat diambil berdasarkan unit kemasan (kaleng, plastik) yang utuh.
Contoh yang diambil dari daging/karkas segar atau beku dapat berupa contoh permukaan (surface samples) dan contoh jaringan (deep tissue samples). Contoh permukaan digunakan untuk pengujian mikrobiologis, misalnya jumlah mikroorganisme pada permukaan daging/karkas (cfu/cm2 atau cfu/karkas ayam). Contoh permukaan ini bersifat non-destruktif, artinya contoh tidak dihancurkan (homogenisasi) dalam pengujian. Contoh jaringan biasanya digunakan untuk pengujian mikrobiologis, kimiawi atau residu.
Contoh permukaan dapat dilaksanakan dengan tiga cara, yaitu:
a. Swab
Cara ini digunakan untuk permukaan daging/karkas segar (panas atau dingin). Kapas bergagang (cotton swab) steril diusapkan pada permukaan daging/karkas dengan luas tertentu, umumnya 25 atau 50 cm2. Kemudian kapas bergagang tersebut dimasukkan ke dalam tabung/wadah berisi larutan pengencer steril.
b. Excision
Cara ini digunakan untuk permukaan daging beku. Contoh diambil dengan menggunakan cork borrer yang ditusukkan ke dalam daging (kurang lebih 2 mm dari permukaan). Perlu diperhitungkan luas permukaan yang diambil dan jumlah larutan pengencer, sehingga diperoleh jumlah mikroorganisme per cm2.
c. Rinse technique
Cara ini biasanya digunakan untuk contoh kecil (maksimum 2 kg), misalnya karkas ayam, sosis, dan lain-lain. Contoh tersebut ditimbang secara aseptik dan dimasukkan ke dalam plastik steril yang besarnya memadai, lalu tambahkan larutan pengencer steril sebanyak 9 kali berat contoh.
Contoh jaringan diambil dari daging/karkas dengan menggunakan skalpel atau gunting dan pinset dengan kedalaman 0,5 sampai 1,0 cm dari permukaan daging/karkas, atau mengambil seluruh jaringan.
Pemberian Label
Contoh yang telah diambil dimasukkan ke dalam wadah tertentu yang telah disiapkan. Pada wadah diberikan label yang memberikan keterangan/ informasi terhadap contoh.
Keterangan pada label meliputi antara lain:
a. nama atau nomor contoh;
b. deskripsi contoh;
c. nama petugas pengambil contoh;
d. nama dan alamat produsen atau pemilik contoh;
e. keterangan batch/lot dan unit contoh yang diambil;
f. hari dan tanggal pengambilan contoh;
g. suhu saat pengambilan contoh;
h. keterangan lain;
i. uji yang akan dilakukan.
Pengiriman Contoh
Pengiriman contoh atau transportasi contoh dari tempat pengambilan contoh ke laboratorium perlu memperhatikan waktu dan kondisi penyimpanan contoh. Sebaiknya contoh dapat diperiksa sesegera mungkin setelah pengambilan. Contoh daging yang belum diolah (panas, dingin atau beku) harus diuji dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pengambilan contoh.
Contoh segar (panas dan dingin) sebaiknya disimpan pada suhu 0 – 4 oC. Contoh beku harus disimpan tetap dalam keadaan beku (-20 oC), misalnya menggunakan dry ice. Selama pengiriman/transportasi, contoh disimpan dengan baik dan tidak boleh kontak langsung dengan es atau dry ice.
Untuk pengujian mikrobiologis, kimiawi dan residu, contoh daging tidak boleh ditambah zat pengawet. Zat pengawet (transport media) hanya digunakan untuk contoh yang akan diuji patologis.
Pengujian Contoh di Laboratorium
Peran dari laboratorium uji untuk daging dan pangan asal hewan lainnya antara lain: (a) penyidikan, pengujian dan sertifikasi keamanan dan mutu pangan, (b) pengembangan spesifikasi/kriteria/standar mutu pangan, (c) menjamin keamanan dan mutu produk pangan asal hewan untuk konsumsi masyarakat, (d) menjamin penerapan higiene dan sistem jaminan keamanan dan mutu pangan (verifikasi), serta (e) menunjang penerapan keamanan pangan mulai dari peternakan sampai ke meja.
Penerimaan dan penanganan contoh di laboratorium harus dilaksanakan dengan baik dan mengikuti prosedur
Metode pengujian yang diterapkan sebaiknya didasarkan pada metode
Pengujian Keamanan dan Kualitas Daging
Pengujian keamanan dan kualitas daging dilakukan untuk menjamin daging aman dan layak dikonsumsi. Beberapa jenis pengujian daging dalam rangka menjamin keamanan daging antara lain:
a. Uji sensorik atau organoleptik terhadap kemasan, bentuk, warna, bau dan adanya perubahan patologi-anatomik;
b. Uji fisiko-kimia, misalnya untuk mengetahui kandungan lemak, mendeteksi kebusukan/ketengikan (uji Postma, uji Eber, penentuan asam tiobarbiturat), uji kesempurnaan pengeluaran darah (malachite green);
c. Uji mikrobiologis untuk mendeteksi mikroorganisme patogen tertentu, misalnya dengan metode isolasi dan pemupukan, ELISA, PCR, dan uji cepat lainnya;
d. Uji parasitologis untuk mendeteksi parasit tertentu;
e. Uji cemaran dan residu untuk mendeteksi kandungan atau keberadaan toksin, mikotoksin, cemaran logam berat (dengan atomic absorption spectophotometry/AAS)., cemaran lingkungan (seperti dioksin, polyvinyl chlorinated biphenyl/PCB), residu antibiotika, residu hormon, misalnya dengan ELISA, kromatografi (high performance liquid chromatography/HPLC, gas chromatography/GC)
e. Uji terhadap Bovine Spongioform Encephalopathie (BSE) dengan mendeteksi adanya prion pada daging atau keberadaan specified risk material (SRM) pada daging dan produk olahannya, misalnya dengan uji imunohistokimia;
f. Uji identifikasi spesies daging untuk menentukan spesies hewan, misalnya dengan ELISA dan PCR;
Bahan Bacaan
Fardiaz, S. 1999. Metode Pengambilan dan Penyiapan Sampel (Laboratorium Mikrobiologi Pangan). Pelatihan Singkat Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fiedler, I. dan Brancheid, W. 1998. Histologische und histochemische Untersuchung des Skelettmuskelgewebes. Dalam Brancheid, W., Honikel, K.O., Lengerken, G., Troeger, K. (eds.), Qualität von Fleisch und Fleischwaren Band 2. Deutscher Fachverlag, Frankfurt am Mainz.
Hadi, A. 2000. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hofmann, K. 1998. Tierartbestimmung be Fleisch und Fleischerzeugnissen. Dalam Brancheid, W., Honikel, K.O., Lengerken, G., Troeger, K. (eds.), Qualität von Fleisch und Fleischwaren Band 2. Deutscher Fachverlag, Frankfurt am Mainz.
Honikel, K.O. 1998. Analyse von aufgetautem Gefrierfleisch. Dalam Brancheid, W., Honikel, K.O., Lengerken, G., Troeger, K. (eds.), Qualität von Fleisch und Fleischwaren Band 2. Deutscher Fachverlag, Frankfurt am Mainz.
Messer, J.W., Midura, T.F. dan Peeler, J.T. 1999. Sampling Plans, Sample Collection, Shipment, and Preparation for Analysis, p. 25-49. Dalam Vanderzant, C. dan Splittstoesser, D.F. (eds.), Compendium of Methods for the Microbiological Examination of Foods. American Public Health Association, Washington.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar