Minggu, 04 April 2010

Food Safety Culture

Membangun Budaya Keamanan Pangan (Food Safety Culture) dalam Unit Produksi Makanan



Salah satu faktor terpenting berkontribusi terhadap kejadian penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) adalah perilaku manusia yang tidak higienis atau tidak bersih (unsafe human behavior).

Berdasarkan laporan CDC tentang wabah foodborne disease di Amerika Serikat tahun 1993-1997, faktor terpenting yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut adalah:
Penyimpanan pada suhu yang tidak tepat (37%)
Higiene personal yang buruk (19%)
Peralatan yang tercemar (16%)
Pemanasan (suhu) yang kurang sempurna (11%)
Lain-lain (11%)
Makanan dari sumber yang tidak aman (6%)

Salah satu ide untuk memperbaiki keamanan pangan, diperlukan integrasi yang lebih baik antara ilmu pangan dan behavioral science, dengan menggunakan pendekatan berbasis sistem (system-based approach) untuk mengelola risiko keamanan pangan. Sistem yang dikembangkan dalam suatu unit produksi pangan (misalnya rumah potong hewan, industri pengolah makanan, ritel makanan, jasa boga) untuk memperbaiki keamanan pangan adalah bagaimana mengubah cara pekerja melakukan sesuatu, khususnya pekerja yang menangani makanan. Ini berarti sistem yang dikembangkan mampu mengubah perilaku (behavior) pekerja - food safety equals behavior. Sehingga dalam mencapai keamanan pangan, suatu unit produksi makanan perlu mengembangkan behavior-based food safety management.

Kekuatan budaya keamanan pangan di suatu organisasi dicerminkan secara langsung dari seberapa penting keamanan pangan bagi pemimpin (top management).

Budaya keamanan pangan harus dimulai dari atas (top management) dan mengalir ke tingkat bawah, bukan diciptakan dari bawah ke atas (buttom up). Manajemen menengah (mid level management) perlu mendukung top management mewujudkan budaya keamanan pangan, bukan saja hanya mendukung program keamanan pangan. Untuk itu, diperlukan pemahaman menyeluruh elemen budaya organisasi dan perilaku manusia. Mereka dituntut juga memiliki keterampilan komunikasi dan mempengaruhi orang serta menjaga hubungan baik.

Oleh karena itu, sistem tersebut merupakan sistem dengan pendekatan berbasis pengetahuan ilmiah tentang perilaku manusia (human behavior), budaya organisasi (organization culture) dan keamanan pangan (food safety), sehingga dapat disebut sebagai behavior-based food safety management system. Sistem ini perlu dikembangkan dengan model perbaikan yang terus menerus (continuous improvement).

Having a strong food safety culture is a choice!


Sumber bacaan:

Yiannas F. 2008. Food Safety Culture. Springer Science, New York.

Tidak ada komentar: