KERUSAKAN PANGAN
Kerusakan pangan adalah setiap perubahan
sifat-sifat fisik, kimiawi, atau sensorik/organoleptik yang ditolak oleh
konsumen pada bahan pangan yang masih segar maupun yang telah diolah. Jika terjadi perubahan pada bahan makanan
sehingga nilainya menurun, maka dinyatakan makanan tersebut telah rusak atau membusuk. Perubahan yang nyata terlihat dari perubahan
sensorik (penampakan, konsistensi, bau dan rasa), sehingga konsumen menolak
(Sinell 1992). Bahan makanan yang busuk atau rusak dinyatakan sebagai tidak layak
dikonsumsi atau unsuitable for human
consumption. Kelayakan bahan makanan
untuk dimakan tergantung dari faktor-faktor: (1) penilaian individu, (2) budaya,
adat istidadat, (3) agama, dan (4) peraturan.
Kriteria yang
digunakan untuk menentukan kelayakan dikonsumsi secara tepat sulit dilaksanakn
karena melibatkan faktor-faktor non-teknis, sosial ekonomi, dan budaya. Idealnya makanan tersebut harus (1) bebas
polusi dari setiap tahap produksi dan penanganan makanan, (2) bebas dari
perubahan-perubahan kimia dan fisik, (3) bebas mikroorganisme dan parasit yang
dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno 1993).
Kerusakan bahan pangan dapat
disebabkan oleh (1) mekanis dan fisik, (2) kimia, dan (3) mikrobiologis. Kerusakan bahan pangan tersebut menyebabkan bahan
pangan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi (biasanya karena mekanis/fisik,
kimia dan mikrobiologi) atau bahkan menjadi tidak aman dikonsumsi, artinya
dapat mengganggu kesehatan konsumen (karena mikrobiologis).
Kerusakan Mekanis dan
Fisik
Kerusakan mekanis terjadi akibat benturan-benturan
mekanis yang dapat terjadi selama pemanenan, pengolahan, pengangkutan serta
pemanasan, antara bahan pangan dan alat panen atau alat pengangkut, atau antara
bahan pangan dan wadah pengolah. Kerusakan
yang timbul antara lain memar (akibat benturan, tertindih atau tertekan),
gepeng, retak, pecah, sobek atau terpotong, dan lain-lain. Bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan
mekanis adalah buah-buahan (terutama yang berkulit lunak), sayuran terutama
sayuran buah (tomat, timun), telur dan umbi-umbian.
Bahan pangan
yang dikeringkan pada suhu yang terlalu tinggi dan dengan cara pengeringan yang
terlalu cepat akan mengalami case hardening,
yaitu bagian luar bahan mengeras sedangkan bagian dalamnya tetap lunak. Gejala lain yang terjadi adalah gosong,
warna makanan gelap, dan terjadi karamelisasi.
Kerusakan
mekanis pada daging berupa memar (bruising)
atau freezer burn. Memar ditandai dengan warna merah kehitaman
(gelap) pada daging atau karkas, karena adanya perdarahan pada bagian tersebut
sebagai akibat pecahnya pembuluh darah perifer.
Memar disebabkan oleh benturan (fisik) pada bagian tersebut sebelum
hewan disembelih, misalnya saat transportasi, penanganan sebelum pemotongan,
atau saat hewan difiksasi dan dirubuhkan saat pemotongan. Freezer burn ditandai dengan warna gelap, kering dan mengeras
pada bagian permukaan daging. Hal ini
terjadi pada daging yang dibekukan tanpa dikemas/dilindungi, khususnya
permukaan daging yang kontak dengan alat yang sangat dingin (misalnya plat
besi).
Kerusakan
Kimiawi
Kerusakan kimiawi dapat disebabkan oleh reaksi
kimia, seperti oksidasi lemak, pemecahan oleh enzim-enzim yang secara alami
terdapat dalam bahan pangan dan perubahan pH.
Kerusakan kimiawi biasanya ditandai dengan timbulnya bau yang menyimpang
(misalnya tengik, busuk), perubahan warna dan perubahan konsisten.
Adanya oksigen menyebabkan minyak menjadi
tengik. Timbulnya noda hitam pada
makanan kaleng biasanya disebabkan oleh adanya FeS, karena anamel pelapis kaleng
bagian dalam tidak baik sehingga bereaksi dengan H2S yang diproduksi
oleh makanan tersebut. Beberapa jenis
pigmen dapat mengalami perubahan warna, misalnya klorofil dan antioksianin yang
disebabkan oleh perubahan pH.
Kerusakan kimiawi pada daging disebabkan oleh
enzim-enzim yang secara alami terdapat dalam daging. Kerusakan ini disebut pula dengan autolisis
dan disebut pula souring,
yaitu perubahan yang menimbulkan bau/rasa asam, yang disebabkan asam volatil,
seperti asam format, asetat, butirat, dan propionat. Pembusukan ini sulit dibedakan dengan
pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Proses autolisis pada daging ini mendorong
pertumbuhan mikroorganisme.
Kerusakan
Mikrobiologi
Kerusakan mikrobiologi disebabkan oleh
mikroorganisme pembusuk, baik oleh bakteri, kapang maupun oleh kamir. Jenis pangan yang dapat dirusak oleh
mikroorganisme tergantung pada komposisi bahan baku dan keadaannya setelah
diolah. Pada umumnya golongan bakteri
mudah merusak bahan pangan yang banyak mengandung protein dan berkadar air
tinggi (terutama memiliki aktivitas air di atas 0.90). Kapang umumnya merusak bahan pangan yang
banyak mengandung pektin, pati, dan selulosa.
Sedangkan kamir menyerang bahan pangan yang banyak mengandung gula. Kerusakan mikrobiologi pada bahan pangan
antara lain ditandai dengan timbulnya kapang, bau yang menyimpang (busuk),
lendir, dan terjadinya perubahan warna.
Bakteri Clostridium
putrefaciens dan Clostridium
sporogenes dikenal sebagai penebab kerusakan daging dan sayuran, terutama
produk dalam kaleng, karena bakteri bersifat proteolitik ananerobik. Proteus
vulgaris sering merusak telur dan daging.
Micrococcus menyebabkan
terbentuknya lendir pada susu, Pseudomonas
menyebabkan ketengikan susu pasteurisasi.
Lactobacillus sering
menyebabkan kerusakan pada minuman beralkohol.
Micrococcus biasanya lebih
tahan terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, garam, pengeringan, sehingga
sering menyebakan kerusakan makanan olahan, seperti susu yang telah
dipasteurisasi, daging, dan sayuran yang telah diasin.
Pertumbuhan kapang pada makanan biasanya ditandai
seperti kapas yang dapat terlihat oleh mata.
Kapang dapat tumbuh pada makanan seperti keju, selai, dan buah-buahan
yang busuk. Kapang yang termasuk ordo Mucorales hidup dari sisa bahan
pertanian (saprofit) dan biasanya merupakan sumber kerusakan pada bahan-bahan
yang telah dikeringkan, misalnya jaeh, biji-bijian, kacang-kacangan, kulit, dan
kayu. Jenis kapang terpenting antara
lain Rhizopus nigrificans yang dapat
tumbuh pada roti dan menimbulkan warna hitam yang tidak disukai.
Aspergillus
flavus merusak makanan
berkadar gula cukup tinggi seperti jam, jeli, sirup dan manisan, serta dapat
mengubah warna makanan, misalnya dari kuning menjadi coklat kehitaman. Selain itu, Aspergillus flavus ini juga memproduksi aflatoksin, yaitu suatu
racun/toksin yang berbahaya bagi manusia dan hewan, misalnya sering tumbuh pada
kacang tanah, kopra, jagung dan beras. Aspergillus glaucus biasanya tumbuh pada
buah-buahan yang dikeringkan yang berkadar gula tinggi seperti pisang sale dan
kurma.
Kamir Rhodotorulla
bersifat fermentatif yang sering tumbuh pada daging dan pickles (acar/asinan) yang dapat menyebabkan terjadikan kerusakan
produk dan perubahan warna.
Bahan Bacaan
Lukman DW. 2000. Pembusukan Bahan Makanan oleh
Mikroorganisme. Bahan Kuliah
Pascasarjana. Program Studi Kesmavet
Program Pascasarjan IPB. Bogor [tidak diterbitkan]
Sinell HJ. 1992.
Einführung in die Lebensmittelhygiene. 3. Überarbeitete Auflage. Verlag Paul Parley, Berlin